Kepergianmu
oleh Ruby Rahmania Aryani*
Dipohon ini, iya
dipohon ini lebih kurang sepuluh tahun yang
lalu aku mengenal dia yang ku anggap sebagai sahabat. Ah, tidak! Lebih
dari sahabat, mungkin. Entahlah, aku tidak tahu begitu pasti akan hal itu.Yaa, maklum
saja saat itu aku masih duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar.
Yang ku tahu,
aku begitu akrab dengannya, mungkin karena rumah kami yang berjarak tidak
begitu jauh waulaupun dia baru saja pindah ke desaku, yaitu sebuah desa kacil
dikota Jogja, selain itu kami juga satu sekolah terlebih lagi sekelas
dengannya. Dia begitu baik, selalu bersama-sama denganku, bermain dan
mengerjakan tugas sekolah bersamaku, ketika aku kesulitan dia selalu ada untuk
membantuku. Dia laki-laki terbaik yang pernah ku kenal setelah ayahku.
“Sheva, main kerumah
pohon yuk!” ajak Reza
“Ayo! Siapa yang duluan
sampai rumah pohon, dia yang menang. Dan yang kalah harus ikuti permintaan yang
menang! Setuju, Reza?”
“Oke!” sahutnya.
Kamipun berlarian untuk
lebih dahulu sampai dirumah pohon, dan ternyata Reza yang terlebih dahulu
sampai dirumah pohon.
“Yess! Aku yang menang!” ucap Reza kegirangan.
“Ah, kamu curang! Kamu ‘kan
cowok jadi wajar dong kalo lari kamu lebih cepet!” jawabku yang tidak terima atas
kekalahanku.
“Gak bisa gitu dong! ‘Kan
udah kesepakatan kita. Jadi, kamu harus turuti semua permintaanku! Hahaha”
“Oke deh, oke! Terus, apa
permintaamu? Pokoknya jangan yang aneh-aneh!”
Hari-haripun berlalu,
aku selalu menuruti semua permintaan yang Reza berikan kepadaku, baik disekolah
maupun dirumah pohon. Sampai suatu hari aku mengeluh, karena bosan selalu
mengikuti permintaan Reza.
“Za, gantian dong! Coba sekarang kamu yang turuti
permintaanku!” keluhku pada Reza.
“Jangan ngeluh gitu dong! Oke, aku janji ini permintaan terakhirku!”
“Janji ya ini yang
terakhir?!”
“Oke! Aku cuma mau minta sama kamu, kamu jangan sedih yaa Sheva dan
tunggu aku kembali kesini!” ucap Reza.
“Maksud kamu, Za?”
“Hmm, aku diajak orang tua ku kembali ke Palembang, kota asalku,
Shev. Karena, ayah ditugaskan buat kerja disana kembali.” ucap Reza tertunduk
sedih.
Aku hannya terdiam
mendengar ucapan Reza, tertunduk menyembunyikan wajahku karena mataku yang
berkaca-kaca seperti akan menangis.
“Tapi, aku janji kok, aku akan kembali kesini dan kita
akan bermain bersama lagi!” ucap Reza menghiburku.
“Baiklah, Za. Aku akan
nungguin kamu” Jawabku dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
“Kamu jangan sedih gitu dong, Shev! Kitakan gak pisah selamanya, ‘kan aku udah janji
akan kembali lagi”
“Iya, iya Reza! Aku gak sedih kok, nih aku senyum”
Perkacapan kami
terputus, karena Reza dipanggil ibunya untuk segera pulang. Setelah hari itu,
aku tidak pernah melihat Reza lagi. Reza tidak pernah masuk sekolah, namun aku
selalu menunggunya. Hingga suatu hari, aku bosan menunggunya, dan memutuskan
untuk bertanya kepada sepupunya.
“Kak Tiara, Reza kemana
yaa? Kok gak pernah masuk sekolah?”
“Loh, Sheva gak tau ya? Reza ‘kan udah pergi keluar
kota. Gak dikasih tau sama Reza,Shev?’
“Oh iya! Kak, Sheva
lupa! Hehe.. Yaudah kalo gitu kak,
Sheva kembali kekelas dulu yaa”
Ternyata Reza
benar-benar pergi meninggalkan ku. Ku kira, pada hari itu Reza hanya bercanda
ketika dia berkata akan pergi keluar kota namun ternyata dia tidak bercanda.
Kini, aku hanya bisa menunggunya, menunggunya untuk menepati janjinya bahwa dia
akan kembali kesini dan bermain bersamaku. Aku sangat merindukannya, setiap
hari aku hanya bisa terduduk sendirian dirumah pohon ini, menunggu kehadiran
Reza untuk bermain bersamaku lagi.
Sekian lama aku
menunggu kepulangan Reza, sampai suatu hari ketika hampir menginjak bangku
kelas enam Sekolah Dasar aku mendengar dari kak Tiara, -sepupu Reza- bahwa Reza
telah kembali kesini. Betapa senangnya aku ketika mendengar Reza telah kembali.
Aku pun menunggu Reza dirumah pohon, dan berharap bahwa Reza akan menemuiku disini.
“Hai, Sheva! Masih
setia nungguin aku nih!”
“Reza! Kamu jahat ya
pergi gak pamit sama aku!”
“Hehe maaf deh Sheva, ‘kan waktu aku pergi kamunya
lagi disekolah. Gimana aku bisa pamitan sama kamu coba?”
“Hmm, iya deh. Terserah
kamu aja Za!”
“Jangan marah gitu dong Shev, nanti cantiknya hilang loh”
“Dih! Becandanya gak lucu
tau, Za!”
Reza-pun masuk kerumah
pohon bersamaku, kamipun bercerita, tertawa, dan mengabiskan waktu bersama. Aku
bahagia Reza telah kembali lagi bersamaku. Menghabiskan waktu bersama Reza,
bagiku itu lebih dari cukup untuk melepas rasa rinduku.
Hari-hari kulalui
bersama Reza, bermain dan bercanda, tertawa riang atas kekonyolan diri sendiri.
Namun, saat acara kelulusan Sekolah Dasar aku tidak melihat Reza, akupun
mencari-cari dan bertanya kepada teman-temanku dimana Reza, tetapi tidak
seorangpun dari mereka yang tahu dimana Reza. Hingga acara selesai dan semua
murid pulang kerumah masing-masing aku masih belum saja bertemu dengan Reza.
Aku memutuskan untuk menunggu Reza dirumah pohon, saat aku masuk kedalam rumah
pohon, aku melihat secarik kertas dengan tulisan tangan Reza yang berisikan,
“Sheva, maafin aku yah
kali ini aku pergi lagi ninggalin kamu. Aku gak
pergi jauh kok, aku melanjutkan
sekolah disalah satu Sekolah Menengah Pertama di kota Jogja. Gak begitu jauh ‘kan jarak kita? Kita
masih tetap berada di satu kota yang sama. Aku akan sering berkunjung kesana, dan
bermain bersamamu dirumah pohon kita.”
Ternyata, Reza pergi
meninggalkanku lagi. Aku menunggunya dirumah pohon ini, hingga suatu hari
ketika kau sedang menunggu Reza dirumah pohon, aku dipanggil ibu untuk masuk
kerumah, namun aku terjatuh dari rumah pohon hingga mengakibatkan luka
dipipiku. Akhirnya, ayahpun menebang pohon dimana rumah pohonku berada. Aku
sedih, menangis sejadi-jadinya karena ayah menebang pohon itu, aku sangat
menyayangi pohon itu, karena dipohon itulah aku menyimpan banyak kenangan yang
kulalui bersama Reza.
Sejak ayah menebang
pohon itu, aku tidak pernah menunggu Reza lagi, dan akupun berusaha melupakan
semua kenanganku bersama Reza dan menjalani hidupku apa adanya tanpa kehadiran
Reza kembali.
*Penulis adalah siswi kelas XII IPA 2
SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar